6 Flora Khas Kalimantan Yang Terancam Punah
Flora Khas Kalimantan - Indonesia dikenal dikarenakan kekayaan alamnya, tidak hanya faunanya saja yang beraneka ragam dan juga beberapa tidak dapat ditemukan di daerah lainnya yang bahasa ilmiahnya dikenal dengan nama endemik. flora atau tumbuhannya juga tidak dapat dihitung memakai jari-jemari lantaran jumlahnya yang sangat banyak dan juga sangat beraneka ragam jenisnya.
Perihal ini dikarenakan Indonesia yang mempunyai iklim tropis serta curah hujan yang tergolong cukup tinggi. Dengan curah hujan yang tergolong cukup tinggi membuat tumbuhan dapat tumbuh dengan subur sebab selain mendapatkan sinar matahari yang cukup tanaman juga mendapatkan ketersediaan air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan ataupun menunjang pertumbuhan dari tumbuhan tersebut.
Pada artikel kali ini abang nji akan menginformasikan kepada sahabat sekalian tentang 6 Flora Khas Kalimantan Yang Terancam Punah.
Pada artikel kali ini abang nji akan menginformasikan kepada sahabat sekalian tentang 6 Flora Khas Kalimantan Yang Terancam Punah.
1. Buah Ihau
Buah Ihau adalah buah asli atau khas dari pulau Kalimantan yang rasanya manis mirip seperti buah kelengkeng. Warga sekitar mengenal dan menyebutnya dengan sebutan dengan buah kelengeng Kalimantan.
Seperti umumnya pohon yang tumbuh di hutan, pohon ihau juga mempunyai batang pohon yang lumayan besar, kuat dan juga tinggi. Buah yang satu ini cukup unik, serta tergolong ke dalam jenis buah yang langka, sebab buah ini tidak gampang didapati di tempat lainnya kecuali di daerah Kalimantan itu sendiri.
![]() |
Sumber: @lusianggraeni via Instagram |
Seperti umumnya pohon yang tumbuh di hutan, pohon ihau juga mempunyai batang pohon yang lumayan besar, kuat dan juga tinggi. Buah yang satu ini cukup unik, serta tergolong ke dalam jenis buah yang langka, sebab buah ini tidak gampang didapati di tempat lainnya kecuali di daerah Kalimantan itu sendiri.
Habitat asli buah ihau banyak di temukan di hutan daerah Kalimantan, dan juga di sejumlah hutan Malaysia serta Brunei Darussalam. Bentuk buah yang satu ini bulat mirip kelengkeng secara umum, akan tetapi ihau memiliki benjolan kecil rata yang menempel di permukaan kulit buahnya, yang membuat buah ihau tampak sedikit unik.
Buah kelengkeng asli Kalimantan ini adalah makanan dari binatang seperti monyet, burung enggang, dan juga satwa lainnya yang menghuni dan memiliki habitat di hutan Kalimantan. Umumnya, musim buah ihau akan jatuh pada bulan Desember-Februari dan juga dengan gampangnya menemui buah unik dan khas Kalimantan ini di pasar tradisional pedalaman Mahakam.
Di wilayah Samarinda buah ihau banyak sekali dibudidayakan oleh petani setempat. Persisnya di Desa Lempake Kecamatan Samarinda Utara, di sana terdapat perkebunan yang penuh dengan pohon kelengkeng khas Kalimantan ini.
Tidak cuma rasa dan juga bentuk saja yang mirip kelengkeng umumnya, akan tetapi harga perkilonya sama yaitu kisaran Rp 15.000 sampai Rp 20.000 perkilo nya. Dahulunya, buah ini dipasarkan dengan ukuran kaleng susu yang isi beratnya tidak mencapai satu kilo.
Buah ihau terkenal dengan beberapa nama seperti Buah mata kucing, yakni sebutan bagi warga Tanjungselor Kabupaten Bulungan. Sebutan ini lantaran isi buah dan juga bijinya mirip mata kucing yang bersinar. Sementara, masyarakat Dayak Kenyah yang bertempat tinggal di wilayahTering Kabupaten Kutai Barat menyebut buah yang satu ini dengan sebutan buah duku.
2. Pohon Bertan
Klasifikasi Ilmiah
Pohon bertan yang memiliki nama ilmiah Eugeissona utilis ini merupakan jenis Palem Endemik yang berasal dari Kalimantan. Bertan yang disebut Kadjatoa dalam bahasa lokal, dipercaya menjadi satu diantara jenis palm yang cuma bisa di temui di lereng gunung Lumut di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Habitatnya ini berada hingga pada ketinggian 750 MDPL.
Tumbuhan palem yang dimanfaatkan oleh masyarakat Dayak sebagai penghasil sagu ini nyatanya tergolong ke dalam satu dari belasan jenis palem yang dilindungi di Indonesia yakni berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999 mengenai Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa.
![]() |
Sumber: commons.wikimedia.org |
Kingdom: Plantae
(tanpa ada takson): Angiospermae
(tanpa ada takson): Monokotil
(tanpa ada takson): Commelinids
Ordo: Arecales
Famili: Arecaceae
Subfamili: Calamoideae
Bangsa: Calameae
Genus: Eugeissona
Spesies: Eugeissona utilis
Pohon bertan yang memiliki nama ilmiah Eugeissona utilis ini merupakan jenis Palem Endemik yang berasal dari Kalimantan. Bertan yang disebut Kadjatoa dalam bahasa lokal, dipercaya menjadi satu diantara jenis palm yang cuma bisa di temui di lereng gunung Lumut di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Habitatnya ini berada hingga pada ketinggian 750 MDPL.
Tumbuhan palem yang dimanfaatkan oleh masyarakat Dayak sebagai penghasil sagu ini nyatanya tergolong ke dalam satu dari belasan jenis palem yang dilindungi di Indonesia yakni berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999 mengenai Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa.
Mungkin, teman-teman yang ingin menyaksikan secara langsung bentuk dari bertan Sang Palem Endemik Kalimantan, tak perlu bersusah payah buat mendaki gunung Lumut tersebut, dikarenakan menurut situs Kebun Raya Purwodadi, kebun raya yang bertempat di Jawa Timur ini sendiri ternyata memiliki koleksi sejumlah palem langka yang diantaranya ialah bertan (Eugeissona utilis).
Deskripsi Morfologi Bertan
Bertan sendiri termasuk sejenis pohon palem dengan ukuran yang lumayan besar, hidupnya merumpun, tingginya diketahui dapat mencapai 20 m. Pohon ini memiliki batang yang berduri, perbungaan berada pada ujung batang, lurus ke atas dan tingginya sendiri dapat mencapai 4 meter .
Jenis palem ini sendiri memiliki bentuk batang yang tegak, silinder, dan juga agak berduri. Bertan sendiri juga mempunyai diameter batang yang berkisar 18 hingga 20 cm. Batang bertan sendiri ditopang oleh akar tunjang yang ramping, panjang, dan juga lebih tinggi dari tanah dan hal inilah yang merupakan ciri pembeda pada pesies ini.
Daunnya besar, panjang yang dapat mencapai 4 m, memiliki duri yang panjangnya berkisar 10 hingga 12 mm yang berada di tangkai daun dan juga tersusun teratur. Mempunyai anak daun yang lumayan banyak, dimana antara daun yang satu dengan lainnya memiliki jarak yang sama.Sisi atas permukaan anak daun dilengkapi bulu. Anak daun tengah dan juga bawah memiliki ukuran 40 hingga 45 cm, serta yang paling atas memiliki ukuran lebih kecil.
Palem ini memiliki ciri dimana sekali berbunga, langsung mati. Bunga-bunganya berkayu, buahnya bersisik dan keras. Perbungaannya ini tegak, hingga mencapai 4 m. Buah memiliki ukuran 8 hingga 10 cm, panjang 5 hingga 5,5 cm, memiliki bentuk segitiga, serta buahnya bersisik.
Sisiknya memiliki ukuran yang kecil, banyak, panjangnya berkisar 1 hingga 3 mm, melebar, dan juga ada sisi yang polos warnanya. Buahnya seperti salak, bersisik, terbagi menjadi 6 sisi, 3 memiliki ukuran lebih pendek yang posisinya berdekatan dengan pusat buah.
Biji dari pohon ini lapuk berongga, yang ditandai dengan 6 alur, 3 alur lebih dalam lapuknya. Dinding perikarp berkisar 5 hingga 6 mm, tebal keseluruhannya, dan juga endokarp memiliki ukuran yang dapat mencapai 15 mm. Bertan sendiri tumbuh melalui biji serta tumbuh dengan kecepatan perkembangan yang cukup cepat. Dalam tempo 5 tahun, dia bisa berbunga serta mekar jika kondisi tanah dalam keadaan baik.
Manfaat Pohon Bertan
Manfaat Pohon Bertan
Bertan yang dikenal juga dengan kajatoa telah lama dikenal oleh masyarakat Kalimantan Timur & Utara sebab terdapat beberapa bagian palem ini yang digunakan oleh masyarakat setempat.
Para orang Dayak sekitar juga mengkonsumsi sagu yang berasal dari batang pohon tersebut, lantaran mereka tidak menanam padi serta terbiasa mengambil secara langsung makanan pokok yang merupakan hasil dari hutan.
Adapun, oleh orang Punan tumbuhan ini setengah dibudidayakan. Bertan dikonsumsi buat menggantikan beras yang dipandang kurang mencukupi kebutuhan pokok oleh Suku Punan. Sagu dari pohon ini dikonsumsi buat menggantikan beras, serta umumnya dikonsumsi bersama-sama ubi kayu.
Selain batangnya yang dapat diolah menjadi makanan pokok, ternyata pohon bertan memiliki daun yang dapat digunakan sebagai atap dan juga dinding rumah, sedangkan akar tunjangnya dibuat sebagai lantai. Tulang-tulang anak daun pohon ini juga seringkali digunakan buat peluru sumpit atau anak anak panah untuk menangkap ikan di sungai.
Selain batangnya yang dapat diolah menjadi makanan pokok, ternyata pohon bertan memiliki daun yang dapat digunakan sebagai atap dan juga dinding rumah, sedangkan akar tunjangnya dibuat sebagai lantai. Tulang-tulang anak daun pohon ini juga seringkali digunakan buat peluru sumpit atau anak anak panah untuk menangkap ikan di sungai.
3. Mangga Kasturi
Buah mangga secara umum merupakan jenis buah favorit beberapa orang lantaran mempunyai rasa yang manis dan juga asam yang fresh. Rasa buah mangga yang manis membuat buah ini sering diolah menjadi olahan seperti jus maupun sirup, sedangkan buah mangga yang memiliki rasa asam umumnya dijadikan sebagai olahan seperti rujak ataupun sebagai campuran dalam membuat sambal yakni sambal mangga.
![]() |
Sumber: @sarimurti86 via Instagram |
Klasifikasi Ilmiah
Kingdom: Plantae
Filum: Tracheophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Sapindales
Famili: Anacardiaceae
Genus: Mangifera
Spesies: M. casturi
Spesies: M. casturi
Buah mangga secara umum merupakan jenis buah favorit beberapa orang lantaran mempunyai rasa yang manis dan juga asam yang fresh. Rasa buah mangga yang manis membuat buah ini sering diolah menjadi olahan seperti jus maupun sirup, sedangkan buah mangga yang memiliki rasa asam umumnya dijadikan sebagai olahan seperti rujak ataupun sebagai campuran dalam membuat sambal yakni sambal mangga.
Walaupun buah mangga dapat kita jumpai mulai dari pasar tradisional hingga pasar modern, akan tetapi ada satu jenis buah mangga yang sekarang sudah dinyatakan punah dari habitat aslinya atau ‘punah in situ‘. Jenis mangga yang dimaksud pada pembahasan ini yakni mangga kasturi yang memiliki nama latin Mangifera casturi.
Berdasarkan data yang dirilis dan dikeluarkan oleh IUCN Red List menjelaskan bahwasanya status mangga kasturi dalam kategori Extinct in the Wild yang artinya telah punah di alam liar. Ancaman pembukaan lahan yang dilakukan secara besar-besaran serta deforestasi diduga sebagai penyebab utama punahnya keberadaan tanaman ini di alam.
Tanaman ini mempunyai sifat endemik yang artinya hanya bisa ditemukan di habitat aslinya. Mangga kasturi cuma bisa ditemukan di wilayah Kalimantan, lebih tepatnya di Kalimantan bagian selatan. Mengacu pada Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 48 tahun 1989 mengenai Pedoman Penetapan Identitas Flora dan Fauna Daerah, karena itu mangga kasturi diputuskan sebagai Flora Identitas dari Propinsi Kalimantan Selatan.
Keberadaan mangga kasturi di Indonesia mempunyai kisah sejarah yang panjang. Dikutip pada situs lipi.go.id, mangga kasturi pertama kali dideskripsikan oleh Kostermans yang merupakan seorang ahli botani Belanda dan juga Indonesia, yakni pada tahun 1993. Saat itu, ia mempelajari spesimen mangga ini di Herbarium Bogor Rience.
Akan tetapi nyatanya, Kostermans bukan orang pertama yang menemukan buah ini. Karena jauh sebelumnya, yaitu pada tahun 1978, satu orang peneliti bernama Ding Hou telah lebih dahulu menemukan pohon mangga ini di habitat asilnya yakni di daerah Martapura, Kalimantan Selatan.
Deskripsi Morfologi Mangga Kasturi
Pohon mangga kasturi dapat tumbuh tinggi hingga mencapai 25 m dengan diameter batang berkisar 40 hingga 115 cm. Kulit kayu pohon ini berwarna putih keabu-abuan sampai coklat terang, terkadang ada retakan atau celah kecil yang berukuran kurang lebih 1 cm berbentuk kulit kayu mati dan juga mirip dengan jenis Mangifera indica.
Daun bertangkai dan berbentuk lanset memanjang dengan ujung runcing serta pada kedua belah bagian tulang daun tengah terdapat 12 hingga 25 tulang daun samping. Daun muda menggantung lemas serta berwarna ungu tua.
Bunga majemuk berkelamin ganda dengan bentuk bunga rasemos dan juga seringkali berambut rapat. Panjang tangkai bunga kurang lebih 28 cm dengan anak tangkai yang sangat pendek, yakni berkisar 2 hingga 4 mm. Daun kelopak berbentuk bulat telur memanjang dengan panjang berkisar 2 hingga 3 mm.
Daun mahkotanya berbentuk bulat telur memanjang dan juga memiliki bunga yang berbau harum. Benang sari pohon ini sendiri memiliki ukuran yang sama panjangnya dengan mahkota, staminodia sangatlah pendek dan juga seperti benang sari yang tertancap pada tonjolan dasar bunga.
Buah pada pohon ini berbentuk bulat hingga ellipsoid dengan beratnya yang kurang dari 80 gr, daging buah kuning atau oranye serta berserabut. Biji batu dengan dinding yang tebal. Mangga ini berbuah pada awal musim hujan atau pada kisaran bulan Januari.
Varietas Mangga Kasturi
Ada tiga varietas Mangifera casturi. Varietas mangga ini telah lama dikenal masyarakat Kalimantan Selatan dengan sebutan kasturi, cuban/kastuba serta asem pelipisan/palipisan.
a. Buah Kasturi
Jika dilihat bentuknya seperti buah mangga akan tetapi mempunyai ukuran yang lebih kecil, berbentuk bulat hingga ellipsoid dengan ukuran panjang berkisar 5 hingga 6 cm, lebar 4 hingga 5 cm serta berat kurang lebih 65,6 gr. Kulit buah tipis dengan warna hijau terang dengan bintik-bintik berwarna gelap dan bila telah masak maka kulit buah akan berubah warna menjadi kehitaman.
Daging buah berwarna oranye gelap, kandungan serat 1,06% dan juga mempunyai rasa yang manis serta lezat. Karakter yang mencolok dari kasturi ialah aroma buah yang harum sehingga sangat digemari dan dianggap mangga primadona oleh masyarakat Kalimantan Selatan.
b. Mangga Cuban
Berbentuk bulat hingga ellipsoid dengan ukuran panjang berkisar 6 hinga 6,3 cm dan juga lebar berkisar 4,2 hingga 5,2 cm. Kulit buah berwarna merah mawar dan juga tidak berwarna hitam penuh jikalau sudah masak. Daging buah berwarna oranye terang, memiliki kandungan serat dan juga tidak beraroma harum seperti buah kasturi.
c. Asem pelipisan atau palipisan
Jenis ini mempunyai tampilan yang mirip seperti buah kasturi, akan tetapi tidak memilik aroma harum seperti Kasturi. Buah juga berbentuk ellipsoid dengan panjang berkisar 6 hingga 7,2 cm, lebar berkisar 3 hingga 4,4 cam serta berat yang dapat mencapai 66,26 gr.
Warna kulit buah hijau dengan bintik-bintik coklat dan juga apabila sudah masak berwarna hijau agak kehitaman serta mempunyai banyak getah pada bagian bekas batang. Daging buah berwarna kuning oranye dengan kandungan serat ± 1,89%.
Penyebaran Populasi Mangga Kasturi
Penyebaran Populasi Mangga Kasturi
Area penyebaran populasi Mangga Kasturi di Desa Mataraman Kecamatan Mataraman, Kabupaten Banjar terdapat di kebun campuran. Perlu kita ketahui, umumnya kebun campuran ini diisi oleh tanaman padi yang diselingi oleh pohon kasturi yang umurnya telah melebihi 50 tahun dan tidak sengaja ditanam oleh masyarakat setempat. Kebun ini umumnya ada di pekarangan rumah dengan pola tanam tidak teratur. Namun, data kelimpahan spesies ini tidak didapati dengan pasti.
Kasturi mulai dipanen pada awal musim hujan dan juga melimpah pada bulan Januari. Tidak hanya itu, tanaman buah lain seperti pisang dan juga rambutan juga mulai dilakukan pemanenan. Sebab usia pohon kasturi banyak yang lebih dari 50 tahun, karena faktor umur tersebutlah produktivitasnya makin terjadi penurunan. Oleh karenanya, pada tahun 1980 warga Desa Mataraman mencoba belajar membuat sendiri pembibitan buah kasturi dalam rangka melestarikan flora endemik dari Kalimantan ini.
4. Pohon Kapur
Berbicara masalah flora di Kalimantan timur seakan tidak ada habisnya, sebab kalimantan timur mempunyai hutan yang lumayan luas dan juga tentu saja ditumbuhi berbagai macam tumbuhan yang unik dan juga langka. Salah satunya Pohon Kapur.
Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan: Plantae
Filum: Tracheophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Theales
Famili: Dipterocarpaceae
Genus: Dryobalanops
Spesies: Dryobalanops aromatica.
Pohon Kapur yang nama ilmiahnya Dryobalanops aromatica ialah pohon penghasil penghasil kapur barus (kamper) yang ternyata dikategorikan sebagai salah satu tanaman langka. Pohon Kapur yang dapat mengeluarkan kristal kapur barus dengan aroma khas ini termasuk ke dalam status keterancaman paling tinggi yaitu Critically Endangered (Kritis) berdasarkan data yang dikeluarkan oleh IUCN Redlist.
Pohon Kapur yang berada di Kalimantan disebut pula sebagai Ampadu, Amplang, Kapur, Kayatan, Keladan, Melampit, Mengkayat, Mohoi, Muri, dan juga Sintok. Di Sumatera sendiri selain dikenal dengan nama Kapur atau Barus tanaman ini juga dikenal dengan nama Haburuan atau Kaberun. Dalam bahasa Inggris tumbuhan ini dikenal dengan nama Borneo Camphor, Camphor Tree, Malay camphor atau Indonesian Kapur.
Diskripsi Pohon Kapur
Pohon kapur memiliki ukuran yang besar serta tinggi. Diameter batangnya bisa mencapai 70 cm bahkan juga ada yang dapat mencapai 150 meter dengan tinggi pohon yang dapat mencapai 60 meter. Kulit pohon berwarna coklat dan juga coklat kemerahan di daerah dalam. Pohon ini sendiri akan mengeluarkan aroma kapur apabila dipotong.
Daun Kapur tunggal dan juga berseling, mempunyai stipula di sisi ketiak, dengan permukaan daun yang mengkilap, serta tulang daun sekunder menyirip amat rapat dengan stipula berupa garis dan juga amat mudah luruh. Bunganya sendiri berukuran sedang, kelopak memiliki ukuran sama besar, memiliki mahkota bunga elips, mekar, putih berlilin, serta mempunyai 30 benang sari. Pohon Kapur mempunyai buah cukup besar, mengkilap, serta bersayap sejumlah 5 helai.
Tanaman Kapur (Dryobalanops aromatica) tumbuh pada ketinggian 300 mdpl di hutan dipterocarp campuran. Persebaran tumbuhan langka ini sendiri dimulai dari Indonesia yakni pulau Sumatera dan juga Kalimantan serta Malaysia yakni di Semenanjung Malaysia, Sabah, serta Serawak
Pohon Kapur atau Dryobalanops aromatica adalah satu diantara tanaman penghasil kapur barus atau kamper selain tumbuhan Cinnamomum camphora. Kapur barus dari pohon Kapur ini sudah menjadi salah satu komoditi perdagangan internasional di mulai sejak abad ke-7 Masehi. Tidak hanya menghasilkan kamper, Pohon Kapur bisa pula digunakan kayunya menjadi bahan bangunan, perkapalan, dinding, dan juga lantai sebab mempunyai kualitas kayu yang lumayan baik.
Untuk memperoleh kristal kapur barus, diawali dengan memilih, menebang, serta memotong-motong batang pohon Kapur. Potongan-potongan batang pohon Kapur selanjutnya dibelah guna mendapatkan kristal-kristal kapur barus yang ada di dalam batangnya. Mungkin karena penebangan yang berlebihan sehingga pohon Kapur saat ini menjadi salah satu pohon yang dikategorikan langka.
Terhitung pada saat ini sebagian besar tegakan pohon kapur cuma ditemukan pada spot-spot kecil terpisah di Kadabuhan, Jongkong serta Sultan Daulat di Subulussalam, Singkohor dan juga Danau Paris di Aceh Singkil, serta Sirandorung dan juga Manduamas di utara Barus, selatan Pakpak dan juga pada hutan-hutan sisa tebangan di Natal.
Untuk itu, dibutuhkan usaha penggalian informasi sebaran, penambahan populasi dan juga produktivitas melalui sumber benih berkualitas dan tehnik silvikultur yang tepat diharapkan bisa mendukung upaya-upaya penambahan produktivitas pohon kapur ini. Diluar itu, pelibatan warga dalam mengawasi dan juga mengontrol serta melindungi pohon ini benar-benar dibutuhkan.
Kasturi mulai dipanen pada awal musim hujan dan juga melimpah pada bulan Januari. Tidak hanya itu, tanaman buah lain seperti pisang dan juga rambutan juga mulai dilakukan pemanenan. Sebab usia pohon kasturi banyak yang lebih dari 50 tahun, karena faktor umur tersebutlah produktivitasnya makin terjadi penurunan. Oleh karenanya, pada tahun 1980 warga Desa Mataraman mencoba belajar membuat sendiri pembibitan buah kasturi dalam rangka melestarikan flora endemik dari Kalimantan ini.
4. Pohon Kapur
![]() |
Sumber: @_crazyclimber_ via Instagram |
Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan: Plantae
Filum: Tracheophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Theales
Famili: Dipterocarpaceae
Genus: Dryobalanops
Spesies: Dryobalanops aromatica.
Pohon Kapur yang nama ilmiahnya Dryobalanops aromatica ialah pohon penghasil penghasil kapur barus (kamper) yang ternyata dikategorikan sebagai salah satu tanaman langka. Pohon Kapur yang dapat mengeluarkan kristal kapur barus dengan aroma khas ini termasuk ke dalam status keterancaman paling tinggi yaitu Critically Endangered (Kritis) berdasarkan data yang dikeluarkan oleh IUCN Redlist.
Pohon Kapur yang berada di Kalimantan disebut pula sebagai Ampadu, Amplang, Kapur, Kayatan, Keladan, Melampit, Mengkayat, Mohoi, Muri, dan juga Sintok. Di Sumatera sendiri selain dikenal dengan nama Kapur atau Barus tanaman ini juga dikenal dengan nama Haburuan atau Kaberun. Dalam bahasa Inggris tumbuhan ini dikenal dengan nama Borneo Camphor, Camphor Tree, Malay camphor atau Indonesian Kapur.
Diskripsi Pohon Kapur
Pohon kapur memiliki ukuran yang besar serta tinggi. Diameter batangnya bisa mencapai 70 cm bahkan juga ada yang dapat mencapai 150 meter dengan tinggi pohon yang dapat mencapai 60 meter. Kulit pohon berwarna coklat dan juga coklat kemerahan di daerah dalam. Pohon ini sendiri akan mengeluarkan aroma kapur apabila dipotong.
Daun Kapur tunggal dan juga berseling, mempunyai stipula di sisi ketiak, dengan permukaan daun yang mengkilap, serta tulang daun sekunder menyirip amat rapat dengan stipula berupa garis dan juga amat mudah luruh. Bunganya sendiri berukuran sedang, kelopak memiliki ukuran sama besar, memiliki mahkota bunga elips, mekar, putih berlilin, serta mempunyai 30 benang sari. Pohon Kapur mempunyai buah cukup besar, mengkilap, serta bersayap sejumlah 5 helai.
Tanaman Kapur (Dryobalanops aromatica) tumbuh pada ketinggian 300 mdpl di hutan dipterocarp campuran. Persebaran tumbuhan langka ini sendiri dimulai dari Indonesia yakni pulau Sumatera dan juga Kalimantan serta Malaysia yakni di Semenanjung Malaysia, Sabah, serta Serawak
Pohon Kapur atau Dryobalanops aromatica adalah satu diantara tanaman penghasil kapur barus atau kamper selain tumbuhan Cinnamomum camphora. Kapur barus dari pohon Kapur ini sudah menjadi salah satu komoditi perdagangan internasional di mulai sejak abad ke-7 Masehi. Tidak hanya menghasilkan kamper, Pohon Kapur bisa pula digunakan kayunya menjadi bahan bangunan, perkapalan, dinding, dan juga lantai sebab mempunyai kualitas kayu yang lumayan baik.
Untuk memperoleh kristal kapur barus, diawali dengan memilih, menebang, serta memotong-motong batang pohon Kapur. Potongan-potongan batang pohon Kapur selanjutnya dibelah guna mendapatkan kristal-kristal kapur barus yang ada di dalam batangnya. Mungkin karena penebangan yang berlebihan sehingga pohon Kapur saat ini menjadi salah satu pohon yang dikategorikan langka.
Terhitung pada saat ini sebagian besar tegakan pohon kapur cuma ditemukan pada spot-spot kecil terpisah di Kadabuhan, Jongkong serta Sultan Daulat di Subulussalam, Singkohor dan juga Danau Paris di Aceh Singkil, serta Sirandorung dan juga Manduamas di utara Barus, selatan Pakpak dan juga pada hutan-hutan sisa tebangan di Natal.
Untuk itu, dibutuhkan usaha penggalian informasi sebaran, penambahan populasi dan juga produktivitas melalui sumber benih berkualitas dan tehnik silvikultur yang tepat diharapkan bisa mendukung upaya-upaya penambahan produktivitas pohon kapur ini. Diluar itu, pelibatan warga dalam mengawasi dan juga mengontrol serta melindungi pohon ini benar-benar dibutuhkan.
5. Tengkawang Tungkul
Tengkawang tungkul atau biasa disebut juga meranti merah adalah flora khas yang berasal dari provinsi Kalimantan Barat. Tumbuhan ini telah lama akrab dengan warga Kalimantan Barat lantaran sejarah pemanfaatannya yang cukup panjang.
Klasifikasi ilmiah
Kingdom: Plantae
(tanpa takson): Angiospermae
(tanpa takson): Eudikotil
(tanpa takson): Rosidae
Ordo: Malvales
Famili: Dipterocarpaceae
Genus: Shorea
Spesies: S. macrophylla
Status Konservasi : Rentan (Vurnerable)
Pemanfaatanya telah berjalan turun temurun dan pembudidayaannya telah dilaksanakan sejak lama, oleh masyarakat sekitar yakni sekitar tahun tahun 1881. Tengkawang jenis ini cukup banyak tumbuh di tanah kategori aluvial di hutan hujan tropis serta daerah dataran rendah kurang lebih 600 MDPL.
Akan tetapi, belakangan ini pohon tengkawang ini kian langka sebab banyak yang ditebang buat dimanfaatkan menjadi bahan bangunan. Oleh karena itu maka dikeluarkan peraturan dimana berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 261/1990 diputuskan 13 jenis tanaman tengkawang (Shorea) menjadi tanaman dilindungi atau termasuk kategori dilindungi, hingga tidak dibolehkan dieksploitasi untuk kebutuhan apapun, khususnya bahan baku industri kayu lapis.
Morfologi Tengkawang Tungkul
Tinggi pohon Tengkawang tungkul sendiri diketahui bisa mencapai ketinggian 30 meter dengan garis tengah kurang lebih 60 cm. Pohon ini memiliki batang yang tegak, lurus, tidak berbanir, permukaan batangnya berwarna abu-abu dan memiliki bercak-bercak.
Daun tengkawang tungkul sendiri memiliki daun tunggal yang memiliki ciri tebal, kaku, besar dan berbentuk bulat panjang. Buahnya bulat telur, berbulu tebal dan juga bersayap dikarenakan pohon ini tergolong ke dalam famili Dipterocarpaceae.
Produksi buah mencapai titik maksimal disaat usia pohon berusia 12 tahun lebih. Kemudian, setelah 4 hingga 5 tahun selanjutnya dari usia pohon 12 tahun/atau lebih dapat terjadi produksi buah dengan optimal yakni dalam 1 hektare bisa mencapai hasil 600 hingga 9.000 kg buah.
Manfaat Tengkawang Tungkul
Pohon ini dikenal dapat menghasilkan kayu ringan,umumnya kayunya digunakan buat konstruksi ringan, yakni kayu lapis, perlengkapan rumah tangga, dinding rumah, serta bahan kertas.
Tidak hanya kayu, bijinya dapat juga digunakan menjadi sumber penghasil minyak nabati. Penanaman Tengkawang Tungkul oleh rakyat di Kalimantan Barat dilakukan dengan menggunakan biji dan juga setelah mencapai umur 8-9 tahun baru akan terlihat berbunga dan berbuah.
Minyak buah tengkawang sendiri ialah salah satu pelembab alami yang amat baik, serta bisa menghaluskan kulit dan juga diserap ke dalam kulit dengan mudah. memberi lapisan seperti sunblock-sun protection factor (SPF) atau kemampuan buat menahan cahaya matahari (sinar UV), hingga bisa melindungi kulit dari panas matahari.
Bahkan juga, buah keringnya diekspor ke Singapura serta Jepang buat diolah dan juga diambil minyaknya, minyak itu dipakai buat pengolahan makanan seperti cokelat, bahan kosmetik, lilin, sabun, margarin, pelumas dan juga sebagainya. Minyak tengkawang diketahui sebagai green butter.
![]() |
Sumber: @abhimanyu1977 via Instagram |
Klasifikasi ilmiah
Kingdom: Plantae
(tanpa takson): Angiospermae
(tanpa takson): Eudikotil
(tanpa takson): Rosidae
Ordo: Malvales
Famili: Dipterocarpaceae
Genus: Shorea
Spesies: S. macrophylla
Status Konservasi : Rentan (Vurnerable)
Pemanfaatanya telah berjalan turun temurun dan pembudidayaannya telah dilaksanakan sejak lama, oleh masyarakat sekitar yakni sekitar tahun tahun 1881. Tengkawang jenis ini cukup banyak tumbuh di tanah kategori aluvial di hutan hujan tropis serta daerah dataran rendah kurang lebih 600 MDPL.
Akan tetapi, belakangan ini pohon tengkawang ini kian langka sebab banyak yang ditebang buat dimanfaatkan menjadi bahan bangunan. Oleh karena itu maka dikeluarkan peraturan dimana berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 261/1990 diputuskan 13 jenis tanaman tengkawang (Shorea) menjadi tanaman dilindungi atau termasuk kategori dilindungi, hingga tidak dibolehkan dieksploitasi untuk kebutuhan apapun, khususnya bahan baku industri kayu lapis.
Morfologi Tengkawang Tungkul
Tinggi pohon Tengkawang tungkul sendiri diketahui bisa mencapai ketinggian 30 meter dengan garis tengah kurang lebih 60 cm. Pohon ini memiliki batang yang tegak, lurus, tidak berbanir, permukaan batangnya berwarna abu-abu dan memiliki bercak-bercak.
Daun tengkawang tungkul sendiri memiliki daun tunggal yang memiliki ciri tebal, kaku, besar dan berbentuk bulat panjang. Buahnya bulat telur, berbulu tebal dan juga bersayap dikarenakan pohon ini tergolong ke dalam famili Dipterocarpaceae.
Produksi buah mencapai titik maksimal disaat usia pohon berusia 12 tahun lebih. Kemudian, setelah 4 hingga 5 tahun selanjutnya dari usia pohon 12 tahun/atau lebih dapat terjadi produksi buah dengan optimal yakni dalam 1 hektare bisa mencapai hasil 600 hingga 9.000 kg buah.
Manfaat Tengkawang Tungkul
Pohon ini dikenal dapat menghasilkan kayu ringan,umumnya kayunya digunakan buat konstruksi ringan, yakni kayu lapis, perlengkapan rumah tangga, dinding rumah, serta bahan kertas.
Tidak hanya kayu, bijinya dapat juga digunakan menjadi sumber penghasil minyak nabati. Penanaman Tengkawang Tungkul oleh rakyat di Kalimantan Barat dilakukan dengan menggunakan biji dan juga setelah mencapai umur 8-9 tahun baru akan terlihat berbunga dan berbuah.
Minyak buah tengkawang sendiri ialah salah satu pelembab alami yang amat baik, serta bisa menghaluskan kulit dan juga diserap ke dalam kulit dengan mudah. memberi lapisan seperti sunblock-sun protection factor (SPF) atau kemampuan buat menahan cahaya matahari (sinar UV), hingga bisa melindungi kulit dari panas matahari.
Bahkan juga, buah keringnya diekspor ke Singapura serta Jepang buat diolah dan juga diambil minyaknya, minyak itu dipakai buat pengolahan makanan seperti cokelat, bahan kosmetik, lilin, sabun, margarin, pelumas dan juga sebagainya. Minyak tengkawang diketahui sebagai green butter.
6. Tenggaring
Tenggaring atau dikenal juga dengan nama Kapulasan adalah Flora yang merupakan identitas dari Kalimantan Tengah. Tenggaring atau kapulasan ini terlihat sangat mirip dengan rambutan (Nephelium lappaceum) sebab memang masih memiliki hubungan kerabat yang dekat. dan juga tenggaring memang adalah jenis rambutan hutan yang banyak ditemukan dan tumbuh alami di hutan Kalimantan Tengah.
Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Sapindales
Famili: Sapindaceae
Genus: Nephelium
Spesies: Nephelium ramboutan-ake (Labill.) Leenh.
Di Indonesia tumbuhan ini dikenal pula sebagai kapulasan, pulasan (Sunda), tenggaring (Kalimantan Tengah), tukou biawak (Kubu), Molaitomo (Gorontalo), mulitan (Toli-toli). Selain kerap disebut dengan nama rambutan kafri dan juga rambutan paroh.
Morfologi Dan Habitat Tenggaring (Kapulasan)
Pohon tenggaring (Nephelium ramboutan-ake) memiliki kemiripan dengan pohon rambutan sebab masih termasuk ke dalam 1 marga. Tinggi pohon Kapulasan normalnya lebih pendek dari rambutan walaupun dapat mencapai tinggi sampai 20 meter.
Bentuk batang, dahan, percabangan, dan juga daun tenggaring tidak jauh berbeda dengan daun rambutan, hanya saja daun tenggaring memiliki ukuran yang lebih kecil. Panjang daunnya 4 kali lebarnya. Perbungaan tersusun malai yang ada di tiap ketiak atau agak ke bagian ujung ranting.
Buahnya tebal, bulunnya keras, tegak, pendek serta tumpul. Kulit buah tebal berwarna kuning hingga berwarna merah tua. Bentuk buah seperti buah rambutan yakni bulat telur dan daging buahnya manis serta memiliki sedikit rasa asam. Daging buahnya umumnya agak sulit terlepas (nglotok) dari bijinya.
Tumbuhan khas Kalimantan Tengah ini tumbuh menyebar di beberapa daerah di Indonesia mulai dari pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, hingga pulau Sulawesi. Tidak hanya di Indonesia pohon kapulasan dapat pula ditemui di negara Malaysia, Thailand, serta Filipina.
Habitat yang cocok dan disukai oleh tumbuhan ini ialah wilayah subur serta cenderung lembab dengan curuh hujan 3.000 mm per tahun serta pada wilayah berketinggian antara 100 – 500 MDPL.
Kapulasan atau tenggaring (Nephelium ramboutan-ake) buahnya dimanfaatkan untuk dikonsumsi langsung. Tidak hanya buahnya, kayunya cukup keras sehingga oleh warga sekitar seringkali digunakan untuk bahan dasar pembuatan peralatan rumah tangga.
Biji tenggaring memiliki kandungan minyak nabati yang jumlahnya lebih banyak ketimbang biji rambutan karena itu biji ini bisa diolah untuk menghasilkan minyak yang bisa dipakai dalam proses pembuatan lilin dan juga sabun.
Akan tetapi harus diakui buah ini terbilang kalah pamor dibandingkan dengan saudaranya, rambutan. Tidak hanya rasanya yang cukup masam, daging buahnya yang sulit terkelupas, dan juga pertumbuhan tanaman ini termasuk cukup lama sebelum pada akhirnya menghasilkan buah. Tiap 100 gr daging buah memiliki kandungan 85 g air, 0.8 g protein, 0,6 g lemak, 13 g karbohidrat serta 0,1g serat.
Tetapi biar bagaimanapun tanaman penghasil buah ini adalah satu diantara kekayaan hayati kita. Mungkin butuh beberapa riset lanjutan buat mendalami manfaat atau kegunaan tumbuhan ini lebih lanjut.
Bila Anda tertarik untuk memperbanyak tanaman ini, perbanyakan bibitnya bisa dilakukan dengan mencangkok, sambungan (okulasi) dan juga biji. Penanaman dengan biji memakan waktu yang lama/pertumbuhannya lamban yakni di antara 8-10 tahun tenggaring ini barulah mulai berbunga serta berbuah. Musim berbunga pohon ini berlangsung pada bulan Juni sampai Agustus dan serta musim berbuah pada bulan Oktober sampai Desember.
Terima Kasih
![]() |
Sumber: flikcr.com |
Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Sapindales
Famili: Sapindaceae
Genus: Nephelium
Spesies: Nephelium ramboutan-ake (Labill.) Leenh.
Di Indonesia tumbuhan ini dikenal pula sebagai kapulasan, pulasan (Sunda), tenggaring (Kalimantan Tengah), tukou biawak (Kubu), Molaitomo (Gorontalo), mulitan (Toli-toli). Selain kerap disebut dengan nama rambutan kafri dan juga rambutan paroh.
Morfologi Dan Habitat Tenggaring (Kapulasan)
Pohon tenggaring (Nephelium ramboutan-ake) memiliki kemiripan dengan pohon rambutan sebab masih termasuk ke dalam 1 marga. Tinggi pohon Kapulasan normalnya lebih pendek dari rambutan walaupun dapat mencapai tinggi sampai 20 meter.
Bentuk batang, dahan, percabangan, dan juga daun tenggaring tidak jauh berbeda dengan daun rambutan, hanya saja daun tenggaring memiliki ukuran yang lebih kecil. Panjang daunnya 4 kali lebarnya. Perbungaan tersusun malai yang ada di tiap ketiak atau agak ke bagian ujung ranting.
Buahnya tebal, bulunnya keras, tegak, pendek serta tumpul. Kulit buah tebal berwarna kuning hingga berwarna merah tua. Bentuk buah seperti buah rambutan yakni bulat telur dan daging buahnya manis serta memiliki sedikit rasa asam. Daging buahnya umumnya agak sulit terlepas (nglotok) dari bijinya.
Tumbuhan khas Kalimantan Tengah ini tumbuh menyebar di beberapa daerah di Indonesia mulai dari pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, hingga pulau Sulawesi. Tidak hanya di Indonesia pohon kapulasan dapat pula ditemui di negara Malaysia, Thailand, serta Filipina.
Habitat yang cocok dan disukai oleh tumbuhan ini ialah wilayah subur serta cenderung lembab dengan curuh hujan 3.000 mm per tahun serta pada wilayah berketinggian antara 100 – 500 MDPL.
Kapulasan atau tenggaring (Nephelium ramboutan-ake) buahnya dimanfaatkan untuk dikonsumsi langsung. Tidak hanya buahnya, kayunya cukup keras sehingga oleh warga sekitar seringkali digunakan untuk bahan dasar pembuatan peralatan rumah tangga.
Biji tenggaring memiliki kandungan minyak nabati yang jumlahnya lebih banyak ketimbang biji rambutan karena itu biji ini bisa diolah untuk menghasilkan minyak yang bisa dipakai dalam proses pembuatan lilin dan juga sabun.
Akan tetapi harus diakui buah ini terbilang kalah pamor dibandingkan dengan saudaranya, rambutan. Tidak hanya rasanya yang cukup masam, daging buahnya yang sulit terkelupas, dan juga pertumbuhan tanaman ini termasuk cukup lama sebelum pada akhirnya menghasilkan buah. Tiap 100 gr daging buah memiliki kandungan 85 g air, 0.8 g protein, 0,6 g lemak, 13 g karbohidrat serta 0,1g serat.
Tetapi biar bagaimanapun tanaman penghasil buah ini adalah satu diantara kekayaan hayati kita. Mungkin butuh beberapa riset lanjutan buat mendalami manfaat atau kegunaan tumbuhan ini lebih lanjut.
Bila Anda tertarik untuk memperbanyak tanaman ini, perbanyakan bibitnya bisa dilakukan dengan mencangkok, sambungan (okulasi) dan juga biji. Penanaman dengan biji memakan waktu yang lama/pertumbuhannya lamban yakni di antara 8-10 tahun tenggaring ini barulah mulai berbunga serta berbuah. Musim berbunga pohon ini berlangsung pada bulan Juni sampai Agustus dan serta musim berbuah pada bulan Oktober sampai Desember.
Terima Kasih
0 Response to "6 Flora Khas Kalimantan Yang Terancam Punah"
Post a Comment